Monday, February 23, 2009

PINTU BAHAGIA

Ketika manusia dihadapkan pada suatu masalah yang menuntut penyelesaian baik itu masalah keluarga, percintaan dan pekerjaan kita selalu dihadapkan pada dilema dan sulitnya pemecahan.
Itu terjadi karena kita selalu melihat permasalahan yang datang dari satu arah dan kita menghendaki penyelesaian juga dari arah itu.Sebenarnya banyak jalan yang harus ditempuh seperti kata pepatah : “Banyak jalan menuju Roma”.

Dikala kita mendapat suatu masalah sepertinya dunia ini akan kiamat dan semua jalan telah tertutup.Padahal kalau kita lihat lagi bahwa setiap masalah pasti ada jalan keluarnya cuma kadang kita tidak sempat memikirkannya dan terlalu sibuk meratapi nasib serta menyalahkan diri sendiri.Kita selalu berpikir bahwa kita telah gagal dan tidak bahagia.
Benarkah kita memang tidak bahagia dan gagal dalam hidup ini?Dimana letak bahagia sebenarnya?Apakah yang menjadi tolok ukurnya?Bagaimana definisinya?Siapa yang berhak mengatakan kita bahagia atau tidak?
Bahagia adalah kondisi jiwa di mana perasaan telah terpenuhi semua kebutuhan baik lahir maupun bathin.Bahagia itu relatif bagi setiap orang karena tergantung dari mana kita melihatnya.Ada yang mengatakan dengan tercukupinya kebutuhan hidup sudah bahagia tapi ada juga yang mengatakan kalau hidup mewah dan terpandang baru boleh dikatakan bahagia.Tinggal memilihnya standar bahagia kategori yang mana yang sesuai dengan pendapat kita…
Pada golongan pertama kalau pintu bahagianya tertutup mereka akan selalu intropeksi diri dan menerima segalanya dengan lapang dada.Bahwa cuma sebatas inilah bahagia yang mereka dapatkan dan bersyukur karena berharap akan dibukakan pintu lainnya..Tapi kalau pada golongan yang kedua mereka akan sangat tertekan sekali dan bingung mahu mengadu kemana..Mereka menyangka bahwa disitulah akhir dari kebahagiaannya..Padahal waktu pintu kebahagiaan itu tertutup sebenarnya pintu lainnya dibukakan.Tapi karena terlalu lama terpaku pada pintu yang tertutup sehingga tidak melihat pintu lainnya yang telah dbukakan baginya..
Apa saja yang menyebabkan kita terpaku terlalu lama pada pintu yang tertutup?Itu mungkin terjadi karena terlalu fokusnya kita pada suatu permasalahan seakan tidak ada ruang yang lainnya lagi dan akibat dari kurang mengenal terhadap sumber dan seluk-beluk kebahagiaan itu ( cuma melihat atau fokus dari depan saja ).
Kita misalkan bahwa kebahagiaan itu adalah sebuah rumah dan kita hanya mengetahui satu jalan masuk yaitu dari depan saja sedang sebuah rumah itu banyak sekali jalan masuk misalnya dari samping atau belakang..
Haruskah kita terbelenggu oleh kefanatikan atau keyakinan kita bahwa jalan masuk menuju kebahagiaan hanya satu saja..Haruskah kita merubah paradigma dan selalu mencari jalan/pintu lainnya???Tinggal kita yang akan memutuskan……
Mahu tetap di depan satu pintu yang tertutup atau mencari pintu lainnya yang di buka bagi kita????

KEBENARAN

Hidup ini sangat kompleks sekali kalau dilihat dari awal penciptaan kita.Dari setetes darah menjadi segumpal daging kemudian sampai ditiupkannya ruh akhirnya kembali pada Sang Pencipta.Begitu banyak rentetan peristiwa yang dilalui.
Tapi kebanyakan dari kita tidak pernah mengindahkan atau memikirkan apa disebalik penciptaan ini.
Karena merasa diri telah tinggi tingkat pengetahuan maka tak jarang ada yang seperti menuhankan ilmu pengetahuan atau sains.Mereka beranggapan bahwa alam ini terjadi dengan sendirinya dengan berbagai teori.
Padahal kalau kita pikir secara logika mana mungkin alam ini ada tanpa ada yang menciptakannya.Sedangkan alat atau mesin yang ada sekarang juga diciptakan oleh manusia, apakah alat atau mesin itu terjadi dengan sendirinya?????
Zaman sekarang orang-orang sibuk mencari pembenaran dari teori-teori mereka yang didasarkan pada kehendak nafsu dan akal bukan keimanan.Nilai tertinggi dari manusia adalah mengakui kebenaran Ilahi bukan berbalik mempertanyakannya.Sebagai contoh adalah sahabat Rasulullah yaitu Abu Bakar r.a pada kejadian Isra’ Mikraj di mana pada waktu itu kaum Quraisy menghina dan mendustakan perkataan Rasulullah, mereka mengira sudah kehilangan akal dan pendusta besar.Memang kejadian Isra’ Mikraj itu susah untuk diterima bagi orang-orang yang mengedepankan akal.Tapi Abu Bakar r.a tetap yakin dan membenarkannya.Karena beliau tidak melihatnya dari pandangan akal atau kehendak nafsu tapi dari hatinya yang beriman.Beliau tidak melihat kejadiannya tapi melihat siapa yang menghendaki itu terjadi melalui kebersihan hatinya....
Sekarang kita hampir tidak bisa membedakan antara kebenaran dan pembenaran, karena begitu banyaknya kebohongan-kebohongan yang di poles dengan indahnya telah terlihat sebagai kebenaran.Itu di mata manusia tapi mana mungkin akan dapat mengelabui Tuhan Yang Maha Tahu dan Maha Benar.
Kebenaran yang ditegakkan dan orang-orang yang jujur sudah jadi barang yang langka sekarang ini, mungkin sangat langka sekali.
Kebenaran yang hakiki letaknya ada di hati kita masing-masing tinggal bagaimana kita mahu mendengarkannya..

BERTEMAN DENGAN DIRI SENDIRI

Kata teman sudah akrab di telinga kita sejak dari kecil lagi....Yang artinya lebih kurang adalah pendamping dalam kehidupan pergaulan sehari-hari..
Ada yang di kenal sebagai teman akrab dan teman biasa bahkan yang sedang ngetrend sekarang yaitu teman tapi mesra..
‘Teman’ dengan segala keluasan maknanya pada intinya tidak pernah lepas dari sifat asali manusia sebagai makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri.
Manusia setiap hari akan berinteraksi dengan manusia lainnya dalam berbagai konteks dan keperluan..
Di sini kita akan membahas tentang bagaimana kita akan berteman dengan diri sendiri, bukan bermaksud untuk menonjolkan sifat narsis tapi untuk lebih memahami diri kita sendiri yang diselaraskan dengan kesesuaian hati masing-masing.
Pada kebanyakan kasus kita selalu dihadapkan dengan bagaimana kita harus memahami orang lain.Sungguh kasihan sekali diri ini apabila sepanjang hidup kita hanya dihabiskan untuk memikirkan bagaimana menyenangkan orang lain.Kita selalu berusaha untuk menjadi orang lain.
*Kemana perginya jati diri kita yang asli??
*Dimana ia sekarang??
Selama kita kehilangannya kita akan terus mencari-cari sesuatu yang hilang dari diri kita tapi kita sendiri tidak tahu apa yang hilang itu.Di saat itu kita akan jauh dari kebahagiaan batin walau secara materi sudah terpenuhi semuanya.
*Bagaimanakah caranya kita berteman dengan diri sendiri?
Caranya tidak jauh berbeda dengan kita melakukan pertemanan dengan orang lain seperti diawali dengan perkenalan dan saling komunikasi atau kontak.Dengan seringnya terjadi komunikasi dan kontak itu maka akan terjalin suatu hubungan yang erat luar dan dalam.
*Bagaimana kita akan berkenalan dengan diri sendiri?
*Bukankah kita sudah lama mengenalnya?
Memang kita sudah lama mengenal diri kita dari ujung rambut sampai ujung kaki tapi yang kita kenal adalah secara fisik saja.Di sini yang kita maksudkan adalah mengenal diri ini secara batin.
Langkah pertama untuk mengenal diri ini dengan menyapanya di setiap ada kesempatan.Sama seperti kita menyapa teman kita hanya saja beda cara, kalau yang biasa kita lakukan kita akan bersuara tapi kalau yang ini cukup di batin saja.Di waktu kita sedang sendiri dan suasana hati kita tenang sapalah dia!Berbicaralah padanya dan tanyalah apa yang diinginkannya.Teori ini secara umum saja tapi prakteknya tergantung masing-masing pribadi bagaimana enaknya dan hasilnya akan berbeda-beda pula.
Jawaban dari diri batin kita umumnya dikenal orang sebagai bisikan nurani.Sampai ada pepatah yang mengatakan bahwa tanyakan pada hati nuranimu dan ia akan tidak pernah berbohong padamu.
Kalau kita sudah mengenal baik diri kita maka kita akan dapat membedakan mana yang bisikan nafsu mana yang dari nurani..Kita akan sangat mudah menghadapi hidup ini, tidak ada lagi prasangka buruk pada orang lain.Disinilah kita akan menemukan ketenangan hidup.
Dengan baiknya komunikasi antara kita dengan diri kita maka akan sangat mudah kita melakukan perubahan bagi diri kita bahkan yang ada disekitar kita, jika kita ingin membuat perubahan dalam hidup kita, mulailah dari diri kita sendiri. Bukan orangtuamu, bukan temanmu, bukan pula sahabatmu. Semua perubahan dimulai dari diri kita sendiri. Dari dalam ke luar, bukan dari luar ke dalam.