CIA didirikan pada 1947. Tugasnya yang utama adalah kontraintelejen, untuk melindungi Amerika dari gangguan subversi komunis atau apa pun yang memusuhinya. Tiga huruf itu kemudian bergetar di seluruh dunia sebagai tangan-tangan hitam Amerika. Artikel ini adalah kutipan dari buku Portrait of a Cold Warrior: G.P. Putnam’s Sons karya Joseph Burkholder Smith, bekas agen Central Intelligence Agency, terbitan 1976. Majalah Tempo pada 1988 menulis, Joseph tak ragu-ragu menguliti keanehan, kelucuan, kecerobohan, bahkan ketololan organisasi rahasia CIA, termasuk usaha mendongkel pemerintahan Soekarno dengan membantu gerakan separatis PRRI dan Permesta.
Butuh
waktu buat saya untuk membiasakan diri memakai papan nama yang
dikalungkan ke leher. Untuk membiasakan diri menyadari bahwa kerja saya
selanjutnya akan didominasi oleh lemari dengan tiga kombinasi. Setiap
malam, segala sesuatu, sampai pita mesin ketik pun, mesti diamankan di
dalam lemari itu. Sementara itu, tiga petugas berganti-ganti memeriksa,
untuk meyakinkan segala sesuatu normal-normal saja. Siapa pun melanggar
aturan-aturan tersebut akan dihukum: harus menempuh ulang pendidikan
sekuriti selama satu minggu. Kabar burung mengatakan, tiga pelanggaran
akan membawa pemecatan.
Pikir-pikir, segala macam peraturan
pengamanan yang mengatur hidup saya dengan edannya itu hanya aneh-anehan
saja, bahkan sering lucu. Coba pikir, sudah ada pagar jangkung, ada
pengawal gerbang yang melindungi dan memelihara keamanan gedung, ada
seabrek aturan sekuriti, masih ada lagi akal: tak memasang papan nama.
Tampaknya, tak ada yang ingat bahwa jajaran gedung CIA yang tak diberi
tanda pengenal itu justru akan mengundang kecurigaan. Karena itulah
satu-satunya bangunan tanpa tanda pengenal.
Aturan sekuriti pribadi tak kalah
lucunya, karena bertentangan dengan aturan fisik di kantor. Para
karyawan mendapat instruksi: tidak boleh mengatakan bahwa mereka bekerja
buat CIA. Terutama para pejabat di Bagian Klandestin, tempat saya
bekerja. Tapi anehnya, tak ada seorang pun yang berpikir untuk
memperlengkapi kami dengan semacam topeng samaran. Dalam hal itu, kami
jadi mengandalkan pada kelihaian masing-masing. Sementara itu, untuk
hal-hal yang penting seperti referensi kredit atau referensi dalam
menyewa rumah, dan membuka rekening di bank, kami hanya diberi referensi
yang sama — Viola Pitts, 2430 “E” Street, N.W.
Selalu diingatkan agar kami tidak
membiarkan siapa pun melihat pas kami. Dengan pas tersebut kami
diperbolehkan masuk ke dalam kompleks setiap pagi. Tapi tampaknya tak
ada seorang pun yang berpikir tentang masalah sekuriti di pelataran
parkir. Setiap pagi serentetan orang, bagaikan parade, dengan santainya
berjalan dari lapangan parkir dan masuk ke dalam gedung-gedung. Barisan
kami demikian jelasnya, sehingga tak diperlukan tanda pengenal lain
untuk masuk. Matac mata Soviet pasti akan tahu siapa “barisan manusia
yang masuk ke dalam gedung tak dikenal” itu.
Jam kerja di Gedung “L” dan “K” dimulai
pukul 0.30, tapi persoalan mendapatkan tempat parkir menyebabkan hampir
semua orang mesti datang lebih pagi. Mereka yang datang pagi biasanya
berkumpul di kafetaria buat minum kopi.
Setiap pagi saya mendapat kesempatan
mengamat-amati rekan-rekan sekerja. Dari kebiasaan itu, dapat saya
simpulkan bahwa perubahan masa jelas sekali tergambar pada kami. Umumnya
“karyawan” tipe baru sangat muda usia. Yang lebih senior selalu
memasuki kafetaria dengan topi. Mereka benamkan kepalanya dalam-dalam ke
topi sampai hampir kehilangan alis. Atribut itu sudah lama lenyap dari
busana mereka yang lebih muda. Entah kenapa orang-orang yang lebih tua
itu masih saja mempertahankannya.
Saya tak kuasa menahan diri untuk tidak
mengomentari pemakaian topi itu. “Kau pasti akan melihat sendiri nanti
pada waktu menjalani latihan untuk Bagian Klandestin,” kata John,
seorang rekan baru saya. “Memang masih agak lama. Tapi baiklah, supaya
tidak penasaran, aku ceritakan sekarang saja. Orang-orang itu adalah
bekas agen FBI atau perwira dalam Bagian Kontraintelijen Tentara. Mereka
biasanya diajar, betapa pentingnya seorang agen rahasia selalu memakai
topi.”
“Mengapa?” tanya saya penasaran. “Kita mesti pakai topi. Itu upaya terbaik supaya sukar dikenal,” jawab John.
Menurut buku pintar latihan FBI, kata John, sebuah topi akan menyulitkan orang memandang kita, bila berpapasan. Khususnya agen rahasia musuh. Walhasil, pakailah topi, dan, simsalabim, tak akan mudah dikenal.
Lantaran kemahiran Direktur FBI J. Edward
Hoover dalam bidang PR, FBI memiliki reputasi tinggi sebagai organ yang
paling profesional dalam bidang rahasia-rahasiaan. Cara-cara yang
digunakannya diikuti oleh Korps Intelijen Angkatan Darat. CIA pun,
terutama Direktorat Klandestin, kemudian menguntitnya. Mitos topi yang
aneh itu demikian hebatnya, sehingga perlu waktu sepuluh tahun bagi
Direktorat Klandestin untuk menyadari kenyataan: bahwa orang yang duduk
di pojok tanpa banyak omong dan memakai topi adalah manusia yang paling
dlperhatikan di dalam ruangan atau jalanan.
Ada juga beberapa meja yang para
penghuninya langsung bisa dilacak dengan mudah. Mereka mengenakan celana
kedodoran dengan jas tak pernah sampai ke bagian belakang celananya.
Pakaian mereka seperti kantung yang dibuat untuk mengepak peti, bukan
melindungi tubuh manusia. Pada mulanya mereka itu agak menakutkan saya.
Tapi lama-lama saya teringat pada foto-foto di koran tentang tokoh-tokoh
yang sedang mengamati parade 1 Mei dari atas kuburan Lenin. Tahulah
saya bahwa orang-orang itu tak lain dari para spesialis masalah-masalah
Eropa Timur.
Membedakan para petugas, di bagian mana
mereka bekerja dalam CIA, bukan hanya lewat cara berpakaian dan
ciri-ciri ras. Juga gamblang dari pengelompokannya waktu minum kopi. Ada
kelompok yang bekerja pada Biro Operasi Khusus (OSO Office of Special
Operations), ada yang bekerja pada Biro Koordinasi Kebijaksanaan (Office
of Policy Coordination) lebih dikenal dengan nama OPC. Mereka
mengadakan pembagian kerja di antara mereka, tapi bekerja sama sesedikit
mungkin. Di Divisi Timur Jauh, ketika saya mulai bekerja pada 1951,
misalnya, walaupun para personel OPC dan OSO bekerja di kantor yang
berdekatan, mereka tak campur.
OSO dibentuk tak lama setelah CIA
didirikan pada 1947. Tugasnya yang utama adalah kontraintelijen, untuk
melindungi Amerika dari gangguan subversi komunis atau apa pun yang
memusuhinya. Ia juga bertugas menjalankan operasi yang berarti
mengumpulkan informasi tentang aktivitas kaum komunis atau kegiatan lain
yang diperintahkan pemerintah.
OPC lahir di kala keadaan dunia sedang
memburuk. Rekrutan pertamanya mulai membentuk badan itu pada awal 1949.
Tugas OPC demikian rahasianya, sehingga itu dengan sengaja disembunyikan
di balik nama Biro Koordinasi Kebijaksanaan, yang begitu menyesatkan.
Pada musim gugur 1951, digosipkan bahwa OPC dan OSO akan dilebur menjadi
satu. Cerita yang beredar mengatakan bahwa semua personel OSO akan
dipecat, tapi ada juga yang mengatakan justru orang-orang OPC-lah yang
akan mengalami nasib seperti itu. Dua kelompok yang dinamakan “Adso” dan
“Adpic” sedang mengadakan tur keliling dunia untuk mencari hkta
bagaimana caranya melebur kedua biro tersebut.
Kay mengatakan kepada saya agar tak
terlalu memperhatikan segala gosip itu dan menyuruh saya agar lebih
memperhatikan keadaan dalam negeri enam negara Asia Tenggara. Demi
kemudahan geopolitis, CIA ternyata telah mengelompokkan keenam negara
itu. Padahal, kompleksiras di negara-negara itu tak semudah seperti yang
dibayangkan.
Di Indocina, pemimpin komunis terkemuka
yang telah aktif berjuang melawan Jepang sedang sibuk-sibuknya melakukan
perlawanan terhadap kedatangan kembali Prancis. Itulah Ho Chi Minh,
dulu seorang anak dari Annam yang pernah menjadi jongos pada sebuah
kapal dagang Prancis. Orang itu demikian hebatnya, sehingga Legiun Asing
yang begitu terkenal dalam kemiliteran Prancis dibikin tak berdaya oleh
tentara Viet Minh yang dipimpin Ho.
Di Muangthai, dengan rakyat yang begitu
setia kepada Jepang pada 1942, keadaan tampaknya lebih baik. Pepatah
“kalau kau tak bisa mengalahkan mereka, bergabunglah dengan mereka”
sebenarnya bukanlah peribahasa kuno orang Thai. Tapi pada 1951 mereka
dengan sepenuh hati bersedia bekerja sama dengan kami untuk membendung
ekspansi komunis di Asia Tenggara. Divisi Timur Jauh Biro Koordinasi
Kebijaksanaan (FE-OPC) telah membentuk suatu unit besar di bawah selimut
(cover) organisasi sipil yang bergerak di bidang pembangunan dengan
nama SEA Supply Company. Dari laporan-laporannya, ternyata organisasi
itu terlibat dalam usaha merencanakan suatu penyerbuan ke Cina Daratan.
Untuk maksud tersebut, telah digalang kerja sama antara biro CIA di
Taiwan dan sisa-sisa laskar Kuomintang di perbatasan Burma-Cina.
Di Malaya orang-orang. Inggris sedang
berperang melawan pasukan gerilya komunis. Para pemimpin mereka telah
memperoleh keahlian dalam perang berkat pengalaman mereka menentang
pendudukan militer Jepang. Keadaan di sana banyak sekali persamaannya
dengan apa yang sedang berkembang di kawasan Indocina. Sementara itu,
Burma, yang baru saja berhasil memerdekakan diri, dipimpin oleh seorang
sarjana yang penuh mistik, yakni U Nu. Ia menyatakan dirinya sedang
memgembangkan suatu sistem demokrasi yang sosialistis. Sayangnya, para
pemimpin Burma, termasuk U Nu sendiri, seperti tak dapat menerangkan apa
sosialisme Burma itu.
Di seberang sana Soekarno dan Mohammad
Hatta, kedua pemuka nasionalis Indonesia, telah memproklamasikan
kemerdekaan negara kepulauan itu pada 17 Agustus 1945. Itu terjadi hanya
tiga hari setelah Jepang bertekuk lutut. Empat tahun berikutnya terjadi
perundingan-perindingan yang diselingi oleh pertempuran dengan Belanda.
Yang paling menarik dari perjuangan bangsa Indonesia untuk merdeka itu
adalah peranan Amerika. Dalam segala perundingan, Amerika selalu
berpihak kepada Indonesia dan selalu berusaha agar hasil perundingan
tersebut menguntungkan Indonesia. Menjelang 1951, kelihatannya Indonesia
telah lupa sama sekali akan jasa Amerika itu.
Di
republik lain kawasan ini, Filipina, Amerika juga memainkan peranan
sebagai kekuatan antikolonial. Kami telah menghadiahkan kemerdekaan
kepada mereka jauh-jauh hari sebelum Perang Dunia II berakhir. Tapi
negara baru ini juga sedang dirundung kemalangan. Yang utama tentu saja
kenyataan bahwa pertempuran-pertempuran di negeri ini menjelang akhir
Perang Dunia II sedemikian hebatnya. Jepang sepertinya tak ingin
menyisakan sedikit pun wilayah itu ketika meninggalkannya. Dengan
demikian, kerusakan-kerusakan akibat pertempuran diperhebat dengan
kesengajaan Jepang untuk meludaskan apa saja.
Kota Manila hampir rata dengan tanah.
Ditambah lagi ketidakbecusan para pemimpin yang mengalami kesukaran
dalam menangani urusan-urusan administratif. Secara umum, keadaan di
keenam negara wilayah itu mengalami kekacauan administratif, lantaran
para pemimpin baru tak berpengalaman.
Problem utama yang dihadapi oleh
pemerintah-pemerintah baru itu sama: mereka menghadapi ancaman kaum
komunis yang tengah melancarkan perang gerilya. Dan itu semua membuat
kami juga prihatin. Demikianlah yang saya baca dalam file-file tentang
negeri-negeri tersebut.
Pada Februari 1948, Uni Soviet
mensponsori pertemuan partai-partai komunis seluruh Asia di Kalkuta.
Partai Komunis Australia juga turut hadir. Konperensi tersebut
dipublikasikan dalam media massa kaum komunis. Pertemuan itu menyerukan
agar “semua kekuatan antiimperialis bersatu untuk menentang penindasan
imperialis dan kaum reaksioner di setiap negeri”. Menurut laporan itu,
semua kekacauan dan kesukaran yang terjadi di Burma, Malaya, Filipina,
dan Indonesia bersumber pada konperensi tersebut. Secara singkat,
keadaan di dalam keenam negeri yang harus saya perhatikan itu tak begitu
baik. Mereka bisa diumpamakan sebagai anak-anak di negeri miskin yang
terancam oleh angka kematian tinggi. Dan, sebagaimana halnya dengan
anak-anak semacam itu, mereka tak mendapat perawatan dan perhatian.
Tak lama kemudian, baru saya sadar bahwa
saya ditinggalkan saja dengan anak-anak tiri itu. FE/3 Cabang Asia
Tenggara tak mendapat perhatian cukup dari kepala divisi kami. Ia lebih
banyak memperhatikan Cabang 1 (Jepang dan Korea) dan Cabang 2 (Cina).
Baik tenaga maupun waktu sangat dikonsentrasikan pada kedua wilayah itu.
Ke sanalah operasi-operasi terbesar dipelototkan. Memang benar, di
kedua wilayah itulah drama perang dan revolusi sedang terjadi. Para
pemimpin divisi itu sangat menginginkan agar peranan mereka punya dampak
yang besar terhadap kedua wilayah itu.
No comments:
Post a Comment